Tabloid PULSA

Jumat, 18 Juni 2010

Aksi Penolakan Tambang di Pulau Laut

Kemaren (16/6), sekitar 200 orang masyarakat kotabaru yang menamakan dirinya Koalisi Penyelamatan Pulau Laut yang berisikan berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, Komunitas Penyelamat Pulau. Laut, WALHI Kalsel, LSM Peduli Lingkungan dan masyarakat lain seperti Ikatan Nelayan Saijaan (INSAN), melakukan aksi demonstrasi penolakan adanya pertambangan di pulau laut di halaman Gedung DPRD Kabupaten Kotabaru. Mereka membentangkan spanduk putih sepanjang 50 Meter untuk menggalang dukungan penolakan adanya tambang di pulau laut.

Demonstrasi ini sendiri dilakukan karena pada hari ini di gedung abdigraha sedang dilaksanakan proses persetujuan amdal untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk beberapa perusahaan tambang yang akan menambang di pulau laut. Oleh karena hal itu, maksud mereka berdemonstrasi adalah untuk memberikan tekanan agar pemerintah daerah tidak menyetujui adanya pertambangan di pulau laut dan menolak proses AMDAL yang sedang berlangsung.

Massa pendukung tambang ini sendiri ditemui oleh pimpinan DPRD Kabupaten Kotabaru, Alpidri Noor Supit, dan mengadakan agenda hearing antara masyarakat yang menolak di Kantor DPRD Kotabaru, besok Kamis (17/6) pagi pukul 10.00 Wita. Dan sampai saat ini belum didapatkan hasil apa yang disepakati dalam sidang persetujuan AMDAL di Gedung Abdi Graha.

Selain massa yang menolak adanya tambang, sekitar 100-an massa juga mendatangi gedung abdi graha, tapi tujuan mereka adalah untuk mendukung adanya tambang di pulau laut, dengan menggunakan baju yang bertuliskan “Pulau Laut ditambang Masyarakat Sejahtera”. Mereka datang untuk memberikan dukungan kepada pemerintah daerah untuk menyetujui adanya tambang di pulau laut. Menurut beberapa informasi dan wawancara yang dilakukan kepada massa pendukung adanya tambang, mereka adalah massa bayaran dari seseorang berinisial HH. sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui maksud dan tujuan dari kedatangan mereka, mereka hanya dibayar mulai 20-50 ribu rupiah dan mendapatkan kaos untuk ikut datang ke gedung
abdi graha.

Pertambangan batubara di pulau laut sendiri masih banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat kotabaru, terutama terkait dengan adanya izin eksplorasi untuk 5 perusahaan di pulau laut. Izin usaha eksplorasi ini masih dapat dipertanyakan karena tertanggal 24 Desember 2004 Bupati Kotabaru mengeluarkan Peraturan Bupati No.30 Tahun 2004 Tentang Larangan Aktivitas Pertambangan Batubara di Pulau Laut. Padahal Surat Keputusan Bupati itu belum lah dicabut sehingga apapun alasannya dengan keluarnya izin usaha eksplorasi ini berarti melanggar peraturan yang telah dibuatnya sendiri, padahal belum ada SK yang membatalkan/menggugurkan Perbup No.30 Tahun 2004 tersebut.

Saat ini ada setidaknya 5 izin KP eksplorasi diantaranya adalah PT. Sebuku Batubai Coal : 9.644 Ha, Lokasi Pulau Laut Utara, PT. Sebuku Tanjung Coal: 9.868 Ha lokasi Pulau Laut Tengah, PT. Sebuku Sejakah Coal: 25.101 Ha, lokasi Pulau Laut Timur, PT. Banjar Asri : 1.396 Ha, Pulau Laut Utara, dan PT. Ikatrio Sentosa belum lagi ditambah tambang bijih besi dan rencana pembangunan Pelsus PT. Baramega Cahaya Makmur luas 19.948 Ha Lokasi desa batu tunau, Pulau Laut Timur. Pemerintah Kabupaten melalui Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Akhmad Rivai, (28/3) mengatakan persyaratan untuk menambang di pulau laut adalah membiayai pembangunan jembatan yang menghubungkan daratan Kalimantan dengan Pulau Laut, membangun pembangkit listrik dan membangun fasilitas publik lainnya.

Manager Kampanye WALHI Kalsel, Dwitho Frasetiandy mengatakan “Pertambangan di Pulau Laut jelas-jelas telah banyak melanggar peraturan yang berlaku, pertama, Bupati Kotabaru telah melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, lalu melanggar beberapa ketentuan di UU 32 Tahun 2009 Tentang PPLH terkait KLHS dan Izin Lingkungan, lalu saat ini belum diketoknya tata ruang menjadi sebuah perda, sehingga kita tidak tahu apakah lokasi yang akan ditambang sekarang memang sudah sesuai dengan peruntukannya, lalu jika mengacu kepada UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomisnya tidak dibolehkan adanya pertambangan.”

Selanjutnya dia juga mengatakan “Selain itu pula alasan untuk tetap menambang di pulau laut sangat lah dipaksakan, kompensasi jembatan, power plant dan batubara di pulau laut tidak akan diekspor merupakan argumentasi yang lemah. Saya mensinyalir ada suatu yang tidak beres dalam upaya menambang di pulau laut, misalnya ada mafia pertambangan atau malah ada indikasi biaya politik” terangnya.


0 komentar:

 
Powered by Blogger