Tabloid PULSA

Rabu, 16 Juni 2010

Siaran Pers WALHI Kalsel “Tambang di Pulau Laut Melanggar Undang-undang”

Siaran Pers
“Tambang di Pulau Laut Melanggar Undang-undang”


Banjarbaru, 15 Juni 2010. Hari ini tanggal 16 dan esok hari tanggal 17 Juni 2010 di Kotabaru akan dilakukan sidang pembahasan putusan AMDAL pertambangan batubara dan bijih besi di Pulau Laut.

Kuat dugaan AMDAL ini akan disetujui oleh tim penilai amdal. Padahal pertambangan, khususnya batubara sendiri masih menjadi kontroversi di pulau laut. Baru-baru saja di pulau laut berbagai kalangan telah sepakat untuk menolak adanya tambang di pulau laut, namun tampaknya aspirasi ini tidak digubris sama sekali oleh para pengambil kebijakan di Kabupaten Kotabaru.

Saat ini pertambangan batubara di pulau laut sendiri masih banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat kotabaru, terutama terkait dengan adanya izin eksplorasi untuk 5 perusahaan di pulau laut. Izin usaha eksplorasi ini masih dapat dipertanyakan karena tertanggal 24 Desember 2004 Bupati Kotabaru mengeluarkan Peraturan Bupati No.30 Tahun 2004 Tentang Larangan Aktivitas Pertambangan Batubara di Pulau Laut. Padahal Surat Keputusan Bupati itu belum lah dicabut sehingga apapun alasannya dengan keluarnya izin usaha eksplorasi ini berarti melanggar peraturan yang telah dibuatnya sendiri, padahal belum ada SK yang membatalkan/menggugurkan Perbup No.30 Tahun 2004 tersebut.

Jika dalam pembahasan sidang AMDAL nanti pertambangan di pulau laut itu akan beroperasi, jelas-jelas ini akan melanggar undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh Bupati sendiri. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH), jelas-jelas disebutkan bahwa perlu adanya sebuah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk mengukur daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Belum lagi didalam undang-undang ini mengamanatkan bahwa perlu adanya izin lingkungan untuk segala macam jenis pertambangan. Dan tentu saja kesemua itu tidak pernah dilakukan oleh pihak Pemkab Kotabaru.

Manager Kampanye WALHI Kalsel, Dwitho Frasetiandy mengatakan “Pertambangan di Pulau Laut jelas-jelas telah banyak melanggar peraturan yang berlaku, pertama, Bupati Kotabaru telah melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri, lalu melanggar beberapa ketentuan di UU 32 Tahun 2009 Tentang PPLH terkait KLHS dan Izin Lingkungan, lalu saat ini belum diketoknya tata ruang menjadi sebuah perda, sehingga kita tidak tahu apakah lokasi yang akan ditambang sekarang memang sudah sesuai dengan peruntukannya, lalu jika mengacu kepada UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomisnya tidak dibolehkan adanya pertambangan.”

Selanjutnya dia juga mengatakan “Selain itu pula alasan untuk tetap menambang di pulau laut sangat lah dipaksakan, kompensasi jembatan, power plant dan batubara di pulau laut tidak akan diekspor merupakan argumentasi yang lemah. Saya mensinyalir ada suatu yang tidak beres dalam upaya menambang di pulau laut, misalnya ada mafia pertambangan atau malah ada indikasi biaya politik” terangnya.

Selain itu berdasarkan beberapa pertimbangan terkait aspek hukum, maka jika pertambangan ini telah banyak melanggar aspek hukum, misalnya,

Pertama, Berkaitan dengan peraturan bupati tentang adanya larangan aktivitas penambangan di pulalaut maka apapun bentuknya tidak ada pertambangan batubara yang beroperasi walaupun masih sebatas ekplorasi, seandainya perbup itu dicabut tentu pertimbangan awal adanya perbup itu tentang aspek ekologi, ekonomi, sosial dan daya dukung lingkungan, maka akan menjadi mentah kembali.

Kedua, Berkaitan dengan keberadaan izin eksplorasi sesuai dengan RTRWP yang ada dan SK Menhut No.435/Menhut-II?2009 maka sebagian kawasan tambang berada di kawasan hutan lindung dan suaka alam dan tentu saja ini betentangan dengan peraturan peruntukan kawasan yang sudah ditetapkan.

Ketiga, Terkait dengan UU PPLH maka pertambangan ini juga bertentangan karena saat ini pulau laut belum memilik Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan izin lingkungan walaupun saat ini belum ada peraturan pelaksananya, namun terlihat jelas ada yang tidak beres jika celah ini dimanfaatkan oleh para pengambil kebijakan, sehingga jika peraturan pelaksananya telah ada, izin yang ada sudah terlanjur diberikan.

Keempat, Berkaitan dengan UU 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, berdasarkan pasal maka pulau laut termasuk dalam golongan pulau kecil yang berarti tidak dibenarkan adanya pertambangan di pulau laut, ini diperkuat dengan pasal 35 huruf K dan L sebagai berikut :

Point K : melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologisdan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya; serta

Point L :melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya.

Jika disebutkan oleh Bappeda Kotabaru saat dialog publik pulau laut luasnya sekitar 2.080 Km2, hal ini bisa dibantah karena luas ini masih bisa dikatakan sama dengan 2000 Km2, dan juga jika terjemahan dar 2000 Km2 itu adalah luasan persegi (PxL) maka harus memenuhi persyaratan 45.5 km panjang dan 45.5 Lebar, sedangkan dilihat dari bentuk dan lebarnya pulau laut tidak memenuhi terjemahan dari 2000 Km2 tersebut, artinya jelas ini masih masuk dalam wilayah pulau kecil. sehingga wajib dilakukan pengelolaan pelestariannya bukan malah di tambang

Dari berbagai argumentasi diatas maka jelas-jelas jika pertambangan di pulau laut telah melanggar beberapa ketentuan hukum dan perundang-undagan untuk itu WALHI Kalsel dengan tegas menyatakan akan tetap menolak adanya tambang batubara di Pulau Laut.

Kontak Media :

Dwitho Frasetiandy (Manager Kampanye WALHI Kalsel)
0856 1831 939

Noor Ipansyah (Komunitas Penyelamat Pulau Laut-Kotabaru)
0812 510 7961


By  Dwitho Frasetiandy

0 komentar:

 
Powered by Blogger