Tabloid PULSA

Rabu, 13 Mei 2009

Sustainable Green Fashion, Ketika Isu Lingkungan Hidup Menjadi Sebuah Fashion

Saat ini, setiap orang tidak henti membicarakan pemanasan global melalui berbagai media. Meski obrolan tentang global warming terkadang berlangsung sangat singkat di tengah sebagian kalangan masyarakat, setidaknya kini masyarakat mulai membicarakan, bergosip hingga membuat acara khusus untuk berbicara tentang si global warming.

Masyarakat awam menjadi peduli terhadap keadaan lingkungan di dunia dan isu lingkungan hidup menjadi isu yang wajib didengar seperti halnya launching merk Guess, Hermes atau series Nokia baru sebagai raja gadget di Asia. Isu lingkungan berhasil memperoleh rublik istimewa di kepala manusia.

Betapa melegakan perubahan sikap dan cara pandang ini. Berpuluh tahun lamanya banyak ahli dan para peduli lingkungan berkoar – koar berbicara secara formal atau sekedar menginginkan masyarakat mendengarkan sejenak atau membaca selebaran mengenai isu lingkungan, dimana kala itu berpuluh mata pula malah mengalihkan perhatiaannya, hingga pada akhirnya kesuksesan Al Gore memutarbalikkan hal tersebut.

Hampir seluruh majalah, mulai majalah politik bahkan fashion magazine menyediakan segmen tentang lingkungan hidup, banyak event – event yang mengangkat tema lingkungan hidup, retail market berlomba menawarkan berbelanja cara hijau. Slogan menjaga lingkungan kini berserakan seperti selebaran toko yang memberitahukan produk dengan harga diskon. Sebuah perkembangan yang seharusnya membuat para ahli lingkungan dan kaum peduli lingkungan bisa bernafas lega.

Ya benar, seharusnya perubahan ini membawa dampak melegakan bagi lingkungan. Sebenarnya, perubahan ini memang membawa dampak positif, namun di sisi lain, kamuflase hijau juga terjadi. Masyarakat yang pada mulanya tidak peduli menjadi peduli. Sayangnya, pemanfaatan lingkungan hidup sekedar memperoleh keuntungan tertentu ( tentu dengan konotasi buruk ) juga ikut terjadi.

Isu lingkungan menjadi tren untuk digunakan, ketika sebuah event atau kelompok tidak mengetahui isu lingkungan hidup yang sedang marak, maka ketinggalan jaman atau cupu, bahasa kini, akan tercap pada event atau kelompok tersebut.

Isu lingkungan yang sebenarnya tidak terbatas hanya pada global warming. Kerusakan lingkungan tidak hanya terbatas pada penggundulan hutan dan sampah. Udara, air, tanah, tumbuhan dan hewan juga menjadi korban atas kerusakan lingkungan. Dimana isu terhadap topik tersebut dirasa tidak begitu penting dan terlalu serius karena tidak se-ngetren isu global warming.

Sebenarnya menjadi sebuah hal yang menarik dan menguntungkan jika isu lingkungan dapat dijadikan sebuah fashion. Dengan menjadi bagian dari fashion, maka semua isu lingkungan yang dianggap terlalu serius dapat menjadi hal yang ringan dan dapat memperngaruhi masyarakat. Namun apa jadinya jika penganut green fashion ini menerapkan isu lingkungan seperti mereka mengikuti lifestyle fashion? Isu lingkungan hanya akan menjadi sampah pikiran untuk mereka. Layaknya sebuah fashion, hal yang digandrungi oleh masyarakat akan berubah seiring berubahnya tren fashion itu sendiri. Sebagian besar masyarakat korban fashion akan serta merta meninggalkan fashion yang sudah mereka anggap kuno dan beralih pada fashion yang berikutnya.

Rupanya kita membutuhkan sebuah green fashion berkelanjutan untuk mengantisipasi hal ini. Sesuai namanya berkelanjutan, maka diperlukan sistematika dan proses terus – menerus agar sebuah hal tidak dilupakan dan justru menjadi pondasi berputar yang akan saling mendukung satu isu ke isu yang lain.

Berharap setiap individu pada masyarakat lebih pintar dari pikiran ketakutan kita adalah harapan atas gejala ‘’green fashion’’ ini. Masyarakat masa kini sudah lebih pintar dari yang diperkirakan, sehingga kemungkinan buruk yang menjadi opini pada tulisan ini tidak akan terjadi, karena pada dasarnya manusia menyadari kebutuhan atas bumi ini. Ketika bumi menjadi rusak, lingkungan hidup tempat kita tinggal secara otomatis akan terkena dampaknya, sehingga, masyarakat akan secara otomatis pula mau tidak mau akan memperhatikan lingkungan hidupnya, paling tidak lingkungan dimana ia tinggal.

Kaum anti kapitalis dan environmentalist tentunya akan menentang segala bentuk pemanfaatan isu lingkungan yang dikemas oleh pihak event organizer / masyarakat awam / kaum pengeruk keuntungan. Jualan demi keuntungan semata tetaplah sebuah pemanfaatan. Namun, mari kita sikapi dengan cara berbeda, biarlah keuntungan menjadi keuntungan dalam bilangan nominal dan manfaatkan gejala fashion yang sedang terjadi untuk merubah dan membentuk daya pikir masyarakat.

Perbanyak diskusi, sosialisasi, selebaran dan bentuk lain mengenai isu lingkungan hidup yang kini wadahnya tengah disediakan oleh pihak pengambil manfaat belaka dari green fashion. Masyarakat kini adalah masyarakat yang cerdas sehingga pada akhirnya para ahli maupun kaum peduli lingkungan adalah pihak yang juga dapat mengambil keuntungan dari adanya green fashion.

Sebaiknya pihak–pihak peduli lingkungan segera mengambil langkah untuk memanfaatkan moment green fashion menjadi sustainable green fashion, sebelum tren ini berubah dan menjadi isu yang cupu.

Fashion merupakan alat terdekat dan tercepat untuk mengambil simpati dan merubah pikiran masyarakat. Hal apapapun jika menjadi fashion akan menjadi pusat perhatian berbagai lapisan masyarakat, kalangan jetset dan anak muda yang tergolong menomorsatukan gaya hidup akan ikut terseret mendengaran isu tentang lingkungan hidup ini.

Alat yang dirasa akan memberikan efek buruk dapat menghasilkan produk yang baik jika kita dapat menjalankan dan memanfaatkannya dengan tepat. Kini, tinggal bagaiman pilihan anda, pilihan kita.

From :
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&opiniID=OP0028&ikey=3

0 komentar:

 
Powered by Blogger